Jumat, 28 Januari 2011

mengenang 11 januari

mengenang 11 januari

25 Jan 2011 11:55am
SEJAK lagu 11 Januri diciptakan dan masuk dalam album “Peace, Love, ‘N Respect“ tahun 2007, tanggal ini menjadi suatu yang istimewa buat kami. Sebagai sebuah single, lagu ciptaan Dewa Budjana yang liriknya ditulis Armand Maulana ini membukukan penghasilan dari RBT yang lumayan tinggi, kami mencatat 3 juta down load, 6 bulan setelah album ini diluncurkan. Selain itu setiap kali lagu ini dibawakan sambutan penonton selalu bagus, mereka hafal liriknya dan ikut menyanyi.

“Lagu 11 Januari itu gue banget,” kata Nunik, Gigikita Jakarta yang mengaku sangat suka dengan 11 Januari. Kami yakin Nunik mewakili banyak orang lain, tua maupun muda. Karena itulah lagu ini termasuk dalam jajaran lagu-lagu terbaik yang pernah dibuat Gigi.

Tapi 11 Januari bukan sekadar lagu yang enak didengar, bagi kami lagu ini meninggalkan banyak kenangan bahkan menjadi salah satu tonggak sejarah Gigi dan POS Entertainment. Yang saya maksud adalah Konser Tunggal 11 Januari 2008 di Stadion Mandala Krida Jogja. Ada banyak hal yang membuat konser ini begitu istimewa.

Pertama, tentu saja karena ini merupakan konser tunggal Gigi yang pertama sekaligus yang terbesar. Dilihat dari besarnya skala produksi, konser ini termasuk kolosal. Memang cuma Gigi yang tampil, tapi tim pendukung di belakang panggung sangat banyak. Mereka ini bekerja sejak hari H -7.

Trus bagaimana dari penontonnya? Kami terus-terang kaget sendiri dengan besarnya animo masyarakat yang berbondong-bondong datang ke stadion. Kami tidak menyangka Mandala krida bisa sepenuh itu. Bahkan sepak-bola pun tidak mungkin bisa menandingi jumlah penonton konser 11 Januari. Penonton bukan cuma memadati lapangan rumput, tapi sampai ke tribun.

Menurut penjelasan pengelola, kapasitas tribun stadion Mandala Krida 20 ribu orang, ditambah penonton di lapangan rumput, kami perkiraan malam itu ada 50 ribu orang yang menonton Gigi. Padahal tiket yang dicetak cuma 15 ribu lembar yang dijual dengan harga Rp 10 ribu.
Harga jual Rp 10 ribu itu Koko Deteksi dan beberapa promotor lain yang menyarankan. Sementara Albert Etcetera mengusulkan untuk mencetak 15 ribu tiket.

Karena mereka orang-orang yang sangat berpengalaman dibidang produksi pertujukan musik, kami menurutinya. Tapi diluar dugaan siapapun saya kira, animo masyarakat jauh di atas semua perkiraan itu. Malam itu orang menyemut di luar stadion, berdesakan menuju pintu masuk. Ada yang membawa tiket, tapi sebagian besar tidak mempunyai tiket karena tiket mamang sudah habis sejak siang hari. Yang terkahir ini juga tidak pernah terjadi sebelumnya di Jogja.

Menurut cerita yang kami dengar banyak orang yang enggan membeli tiket, bukan karena mereka tidak penya duit –apalagi harga tiket cuma Rp 10 ribu- tapi karena mereka yakin pintu akan dibuka setelah lagu ketiga. Tapi kami bertekad tidak akan menyerah dengan desakan seperti ini, karena menurut kami yang berhak menikmati pertunjukan hanya mereka yang bayar. Sikap ini diharapkan akan mendidik masyarakat untuk lebih menghargai musik.

Tapi pada akhirnya kami kalah juga, polisi meminta kami membuka gerbang karena penontong sudah terlalu banyak di luar stadion, yang jika tidak segera dimasukan kedalam stadion akan sangat berbahaya. Pintu pun terpaksa kami buka, bahkan pada lagu pertama. Habis mau bagaimana lagi?

Malam itu Armand, Budjana, Thomas, dan Hendy memainkan 24 lagu dalam 2,5 jam nonstop. Repertoire dibagi beberapa segmen yang terlah dikonsep sebelumnya. Selain full band elektrik, ada sesi akustik dan disko. Juga ada part-part solo drum, bass, dan gitar. Solo drum bahkan dilakukan di FOH yang dibuat bersusun. Ah.. cerita ini kalian pasti sudah tahu.

Malam itu, pertunjukan berlansung dengan aman. Penonton bubar dengan tertib, sebagian besar bahkan masih duduk-duduk dirumput hingga jauh setelah pertunjukan berakhir. Oleh Majalah Rooling Stone, konser 11 Januari dinobatkan sebagai konser tunggal out door terbaik.

Setiap kali melihat video konser 11 Januari, terus terang kami merasa bangga banget. Ternyata sebuah pertunjukan jika dikonsep dengan baik, dengan persiapan dengan matang jauh hari sebelumnya hasilnya tidak akan mengecewakan. Keberhasilan konser 11 Januari –sebut saja begitu- juga membuat tekad kami makin kuat untuk menyelenggarakan kembali konser tunggal Gigi. Kalau bisa setiap tahun.

Tahun ini kami berencana menggelar kembali konser tinggal Gigi. Sebagaimana saya ceritakan sebelumnya, kami sudah mem-booked tempatnya, yaitu di Istora Senayan pada 26 Mei 2011. Konsepnya berbeda dengan konser 11 Januri. Pertama karena kali ini konser di gelar di dalam gedung alias indoor. Yang lain adalah adanya beberapa bintang tamu.

Yang sudah menyatakan kesediaannya untuk tampil di panggung Gigi adalah 4 konduktor papan atas, yaitu Adie MS, Erwin Gutawa, Andi Riyanto, dan Tohpati. Mereka akan mengaransemen lagu-lagu Gigi dan memainkannya dengan satu set orchestra bersama. Mungkin akan ada beberapa vokalis yang akan kami libatkan juga.

Kami (POS dan Gigi) terus mematangkan konsep pertunjukan yang diperkirakan berdurasi 2,5 jam itu. Gigi sendiri sedang sibuk di studio mengerjakan album baru, tapi ini tidak menghalangi kami untuk terus mengasah gagasan yang bisa sewaktu-waktu muncul.

Oh.. iya, kami juga berencana menggelar konser di sejumlah kota besar, tapi sampai saat ini konser yang menjadi pengantar menuju konser tanggal 26 Mei itu masih tentatif sifatnya. Proposal sudah dibuat tapi kepastian belum diperoleh dari sponsor. Untuk mudahnya kami menyebutnya sebagai Gigi Road to Sweet Seventeenth. Tapi untuk yang ini sebaiknya kita sisihkan dulu, sampai kepastian sudah ada ditangan. (son andries/POSe)

Selasa, 11 Januari 2011

PRIHAL GIGI LIVE SABUGA

GIGI LIVE SABUGA =Tiket Pre sale Rp 50.000. Sudah tidak dijual lagi, yang masih minat, on the spot alias beli tiketnya di Sabuga langsung pas acara Rp. 60.000